Pagi hari, di sebuah sekolah bernama SMPN 2...
"Pagi Kira..." sapa Meila sambil tersenyum. "Pagi juga Meila..." balas Kira. "Ra, sudah ngerjain PR Matematika?" tanya Susan pada Kira. "Ya sudah dong... Kalau kamu?" jawab Kira lalu balik bertanya. "Juga sudah... Kau Meila?" jawab Susan. "Sudah... Eh pelajaran pertama tuh apa sih?" tanya Meila. "Matematika," kata Kira dan Susan bersamaan. "Oh, thanks ya..." jawab Meila.
Kring... Bel tanda masuk berbunyi. Semua anak yang di luar kelas langsung berlarian menuju kelas masing-masing.
"Teman-teman, mari berdo'a sesuai agama masing-masing. Berdo'a mulai," kata Ena, sang ketua kelas. Suasana menjadi hening. Beberapa menit kemudian, semua anak selesai berdo'a. "Sisihkan uang kalian untuk menabung di sekolah, ayo siapa yang mau menabung?" teriak Onis, sang bendahara. "Kalau nanti boleh enggak Onis?" tanya Nias. "Tentu," jawab Onis dengan singkat. Beberapa menit, sudah banyak yang menabung. "Teman-teman, karena sistem belajar kita MOVING CLASS, maka sekarang kita harus berpindah ke kelas Matematika," kata Ena. Semua anak segera mengambil buku Matematika dan menuju kelas Matematika.
Tak lama kemudian, waktunya istirahat. Semua anak pergi keluar kelas kecuali Nias. "As, kok enggak keluar?" tanya Meila. "Iya, enggak bosen di kelas terus?" tanya Kira. "Kalau enggak main bareng kita-kita aja," kata Susan. "Enggak ah, lagi pengen di kelas," kata Nias. "Ok deh!" kata Meila, Kira, dan Susan bersamaan. Nias hanya tersenyum. Setelah semua orang keluar kelas, Nias memeriksa tas teman-temannya, dan mengambil uang saku teman-temannya. Saat teman-temannya kembali ke kelas dan melihat dompet mereka, mereka langsung berteriak, "HA." Dan mata mereka tertuju pada Nias. "As, tau enggak uang kita? Kamu kan yang selalu di kelas. Jadi kamu pasti tau uang kita kemana," kata Kira. "Enggak, aku enggak tau," jawab Nias. "Kok uang kita selalu habis ya setiap hari? Aku di marahin mama nih," kata Ena. "Pokoknya aku enggak tau. Oh iya, Onis, aku mau nabung," kata Nias sambil melambai-lambaikan uang sebesar 10.000,-.
"Oh iya, makasih ya Nias. Sudahlah teman-teman, masalah uang kita lupakan saja. Pelajaran yang kita utamakan," kata Onis. Semua anak hanya mengangguk. Sedangkan wajah Nias sedikit pucat. "Kenapa As, kok wajahmu pucat?" tanya Kira. "Aku baru saja mengambil u..." kata Nias, belum selesai dia bicara, di langsung menutup mulutnya. "Uang kami As?" tanya Susan sedikit marah. "Bukan, tttt.... tapi u.... UBI ibuku yang baru di masak tadi pagi," kata Nias dengan gugup. "Kok ngomongnya gugup sih? Kenapa?" kata Kira. "Enggak, enggak apa-apa kok. Oh iya, La, besok kamu ulang tahun ya? Wah kebetulan, lagi hari Sabtu, aku ke rumahmu ya," kata Nias mengganti topik obrolan. "Iya. Terserah kamu As, mau ke rumahku atau tidak. Sebenarnya aku hanya ingin Kira dan Susan yang datang, tapi kalau kamu mau, aku semakin senang," kata Meila dengan tersenyum. "Ok," kata Nias.
Kring... Bel pulang sekolah berbunyi.
"Beli kadonya Meila ah," kata Nias, lalu berjalan ke arah toko kado. "Wah, boneka ini lucu, tas ini juga. Aku beli semuanya ah, supaya membuat teman-teman kaget," kata Nias dengan tersenyum senang.
Keesokan harinya...
"Selamat ulang tahun Meila," kata Susan, Kira, dan Nias. "Terima kasih sudah mau datang teman-teman..." kata Meila. "Aku buka kado dari kalian ya," lanjut Meila. Hadiah dari Susan adalah alat tulis, hadiah dari Kira adalah gantungan kunci, gelang, dan kalung, begitu kado dari Nias di buka, Kira, Meila, dan Susan langsung melihat Nias. "Apa?" kata Nias. "Bagus sekali As... Makasih ya," kata Meila.
Setelah bersenang-senang cukup lama, Meila, Kira, dan Susan mengantar Nias pulang. "As, kamu kami antar pulang ya," kata Meila. "Terima kasih," jawab Nias.
Sampai di rumah Nias... Kira, Meila, dan Susan kaget. Karena rumah Nias hanyalah sebuah gubuk. "As bener ini rumahmu?" tanya Susan kaget. "Yap. Walau begitu, orang tuaku berkecukupan," kata Nias. Teman-temannya hanya terbelalak. "Teman-teman, ayo masuk. Tapi aku ke kamar mandi dulu ya," kata Nias.
"Anak-anak, ayo masuk," sapa ibu Nias. "Makasih tante," kata Susan, Kira, dan Meila. "Tante, kalau boleh tanya, dari mana tante dapat uang?" tanya Kira. "Dari hasil tangkapan ikan bapak Nias. Dalam sehari, kami cuma dapat 15.000,-. Kami susah makan nak," kata ibu Nias. Mereka bertiga hanya saling tatap. "Tante ngasih uang saku Nias berapa?" tanya Susan. "1.000,-" jawab ibu Nias. Lagi-lagi, mereka bertiga hanya saling tatap. "Kok di sekolah Nias menanbung sebanyak 10.000,- tante?" tanya Meila. "Tante tidak tau," jawab ibu Nias. "Kalau kado untuk Meila?" tanya Kira. "Tante juga tidak tau," jawab ibu Nias. "Kok Nias bisa dapat banyak uang ya. Apa jangan-jangan, selama ini uang saku kita hilang gara-gara Nias?" kata Susan. "Astaghfirullah. Masa anak tante mencuri?" kata ibu Nias. "Iya tante," kata Meila. Ibu Nias segera memanggil Nias. "Nak, apa benar kamu meencuri uang saku teman-temanmu?" tanya ibu Nias. Nias hanya diam. "Kami hanya ingin kejujuranmu Nias," kata Kira. "Iya. Aku hanya ingin di lihat kaya oleh teman-teman," jawab Nias. "Tapi bukan begitu caranya nak. Kamu harus berusaha, bukan mencuri. Ibu tidak suka anak ibu seperti itu," kata ibu Nias. "Teman-teman, ibu, maafin Nias," kata Nias. "Minta maaf sama yang lain juga As," kata Kira. "Iya," jawab Nias singkat.
Keesokan harinya, Nias meminta maaf pada teman-temannya, dan tidak mengulanginya lagi...
Kita harus jujur... Gak boleh bohong... Agar punya banyak teman dan di percaya orang lain. Dan satu lagi, jangan mencuri ya...
BalasHapus